BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara tentang pendidikan Islam lazimnya memunculkan gambaran yang memilukan dalam pikiran kita tentang ketertinggalan, kemunduran, dan arah tujuan yang tidak jelas. Hal ini muncul manakala pendidikan Islam dihadapkan dengan modernisasi dan globalisasi yang ditandai dengan kemajuan sains Barat, di samping ketika dikaitkan dengan kenangan masa kejayaan Islam dimasa lalu.
Sebagai agen peradaban dan perubahan sosial, pendidikan islam berada dalam atmosfir modernisasi dan globalisasi dituntut untuk mampu memainkan perannya secara dinamis dan proaktif. Keberadaannya diharapkan mampu memberikan kontribusi dan perubahan positif yang berarti bagi perbaikan dan kemajuan peradaban umat islam, baik pada dataran intelektual teoritis maupun praktis. Pendidikan Islam bukan hanya sekedar proses transformasi nilai-nilai moral untuk membentengi diri dari akses negatif globalisasi dan modernisasi. Tetapi yang paling urgen adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah ditanamkan lewat pendidikan Islam tersebut mampu berperan aktif sebagai generator yang memiliki pawer pembebas dari tekanan dan himpitan keterbelakangan sosial budaya, kebodohan, ekonomi dan kemiskinan di tengah mobilitas sosial yang begitu cepat. Sementara itu, pendidikan Islam dalam perkembangannya memunculkan dua pola pikiran yang kontradiktif. Keduanya memiliki bentuk yang berbeda, baik pada aspek materi, sistem pendekatan,maupun dalam bentuk kelembagaannya. Hal itu merupakan akumulasi dari respon sejarah pemikiran manusia dari masa ke masa terhadap adanya kebutuhan akan pendidikan. Dua model pikiran itu adalah pendidikan Islam tradisional dan pendidikan Islam modernis. Pendidikan islam tradisionalis lebih menekankan pada aspek doktriner normatif yang cenderung eksklusif-literalis, dan apologis. Sedangkan pendidikan Islam modernis yang lebih menekankan pada daya pemikiran kritis yang lama-kelamaan terlihat mulai kehilangan identitas keislamannya atau ruh-ruh mendasar islamnya.
Saat ini, pendidikan Islam berada pada posisi determinisme historik dan realisme. Dalam artian bahwa, satu sisi umat Islam berada pada romantisme historis di mana mereka bangga karena pernah memiliki para pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan besar dan mempunyai kontribusi yang besar pula bagi pembangunan peradaban dan ilmu pengetahuan dunia serta menjadi transmisi bagi khazanah Yunani, namun di sisi lain mereka menghadapi sebuah kenyataan, bahwa pendidikan Islam tidak berdaya dihadapkan kepada realitas masyarakat industri dan teknologi modern.
Dengan asumsi inilah, penulis mencoba untuk mengungkapkan berbagai permasalahan dalam pendidikan Islam dalam kajian epistemologi pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
Agar lebih terarah dari dalam penulisan Paper ini, maka penulis merumuskan pokok permasalahanya sebagai berikut :
1. Apa saja problematika dalam pendidikan islam?
2. Bagaimana ruang lingkup epistemologi pendidikan islam?
3. Bagaimana rekontruksi epistemologi pendidikan islam?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan penulisan paper ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa saja problematika yang terjadi dalam pendidikan islam
2. Untuk mengetahui ruang lingkup epistemologi pendidikan islam
3. Untuk mengetahui upaya rekontruksi epistemologi pendidikan islam
D. Jenis Penelitian
Dalam penyusunan karya paper ini, penulis menggunakan penelitian perpustakaan (Library Research), yaitu dengan cara membaca buku-buku yang ada kaitannya dengan judul. Kemudian penulis menyimpulkan dari berbagai literatur sehingga paper ini menjadi sempurna.
E. Metode Pengumpulan Data
Sesuai dengan penelitian yang penulis gunakan dalam penyusunan paper ini, maka dalam pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi, yaitu membaca buku-buku yang ada kaitanya dengan judul paper ini. Kemudian, ditelaah, disimpulkan serta dianalisis agar memperoleh sebuah kesimpulan yang tepat dalam rangka memecahkan permasalahan dalam paper ini, sehingga menjadi bahan bacaan yang bermutu.
F. Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data-data yang tersedia, penulis menggunakan metode sebagai berikut :
1. Metode deduksi, yaitu teknin analisa yang dimulai dari data-data yang bersifat umum, kemudian ditarik pada kesimpulan yang lebih khusus.
2. Metode induksi, yaitu teknik analisa yang dimulai dari kesimpulan data-data yang khusus, kemudian dijabarkan pada kesimpulan yang lebih umum.
G. Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan sistematika dengan sub bab yang secara garis besar dapat penulis gambarkan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini meliputi : latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan pembahasan, jenis penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan sistematika pembahasan.
BAB II : Pembahasan
Bab ini meliputi : problematika pendidikan islam, ruang lingkup epistemologi pendidikan islam, dan rekosntruksi epistemologi pendidikan islam.
BAB III : Analisis
Bab ini meliputi analisis tentang permasalahan yang telah di uraikan pada pembahasan paper ini.
BAB IV : Penutup
Bab ini merupakan bagian terakhir yang meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Problematika Pendidikan Islam
Di era globalisasi saat ini, pendidikan islam berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan mengenaskan. Hal ini terjadi karena pendidikan Islam mengalami keterpurukan jauh tertinggal dengan pendidikan Barat. Pendidikan Islam sekarang cenderung mengekor dan berkiblat pada Barat. Dengan supremacy knowledge yang dikuasai oleh negara-negara maju, maka hampir dalam semua aspek kehidupan seperti pertahanan dan persenjataan, komunikasi dan informasi, ekonomi, teknologi, perdagangan, pendidikan dan bahkan pengembangan ilmu pengetahuan negara-negara Muslim masih bergantung kepada dunia Barat.
Banyak para pemikir pendidikan Islam telah ikut andil dan aktif meyumbangkan ide dan pemikirannya untuk menyelesaikan beberapa problema yang menjadi virus untuk menggrogoti sistem pendidikan Islam. Mereka selalu memberikan kritikan, masukan, dan menawarkan solusi-solusi alternatif yang bisa dipakai untuk mengobati penyakit yang sedang diderita sistem pendidikan Islam saat ini. Namun, pendidikan Islam tampaknya belum mampu untuk bangkit dari keterpurukan dan dapat menjawab berbagai tantangan yang dihadapinya baik itu tantangan eksternal maupun internal. Hal ini di sebabkan oleh beberapa problem yang di hadapi dalam proses pelaksanaan pendidikan Islam, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Format kurikulum yang tidak jelas orientasinya
Orientasi pendidikan Islam masih tidak terarah pada tujuan yang semestinya sesuai dengan orientasi Islam. Pendidikan Islam masih meniti beratkan pada pembentukan ‘abd atau hamba Allah dari pada kholifatullah. Akhirat disini, tentu saja segala-galanya, hanya saja berkaitan dunia nya belakangan. Di samping itu, masih bersifat devenitive artinya menyelamatkan kaum muslimin dari segala pencemaran dan pengerusakan yang ditimbulkan oleh gagasan Barat yang datang melalui berbagai disiplin ilmu yang dapat mengancam standar-standar moralitas tradisional Islam.
2. Implementasi pendidikan Islam masih memelihara warisan lama, sehingga ilmu yang dipelajari adalah ilmu klasik dan ilmu modern tidak tersentuh
Sumber-sumber yang dijadikan rujukan hanyalah kitab klasik dan dianggap sebagai ukuran baku dan primadona yang dapat menjawab semua persoalan konterporer.
3. Umat Islam cenderung terbuai dengan romantisme masa lalu, sehingga mereka sulit dan enggan melakukan reformasi dan pembaharuan
Mereka seperti orang yang berjalan mundur, lupa bahwa mereka sedang menghadapi arus globalisasi dan modernisasi yang begitu derasnya. Mereka larut dalam lamunan mimpi dan meninggalkan realitas sesungguhnya. Hal ini, menyebabkan pendidikan Islam kalah cepat dengan perubahan sosial, politik, ekonomi, dan kemajuan IPTEK yang dikembangkan oleh Barat.
4. Model pembelajaran pendidikan Islam masih menekankan dan mempertahankan pada pendekatan intelektual verbalistik dan menegasi interaksi edukatif dan komunikasi humanistik antara guru dan murid
Sehingga sistem pendidikannya masih mandul, terbelakang dan mematikan daya kritis anak, dan terpaku pada kapasitas keilmuan pendidiknya. Model seperti ini belum mencerdaskan dan memerdekakan anak didik.
5. Sempitnya pemahaman terhadap esensi ajaran Islam
Terjadinya penyempitan terhadap pemahaman pendidikan Islam yang hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrawi yang terpisah dengan kehidupan duniawi, atau aspek kehidupan rohani yang terpisah dengan kehidupan jasmani. Dari realita ini maka akan tampak adanya pembedaan dan pemisahan antara yang dianggap agama dan bukan agama, yang sakral dengan yang profan antara dunia dan akhirat.
6. Persoalan konseptual-teoritis ini ditandai dengan adanya paradigma dikotomi dalam dunia pendidikan Islam antara agama dan bukan agama, wahyu dan akal serta dunia dan akhirat
Terjadinya dikotomi islamic knowledge dan non islamic knowledge mengakibatkan ilmu-ilmu aqliyah yang menjadi pilar bagi sains dan teknologi menjadi pudar, bahkan lenyap dari tradisi keilmuan dan pendidikan Islam. Pada saat yang sama, ilmu-ilmu aqliyah tadi mengalami transmisi ke dunia Barat. Akhirnya, umat Islampun menjadi terperangah dengan supermacy knowledge yang dikuasai Barat dan mengalami ketergantungan kepada mereka dalam hampir semua aspek kehidupan.
7. Kurangnya respon pendidikan Islam terhadap realitas sosial sehingga peserta didik jauh dari lingkungan sosio-kultural mereka
Pada saat mereka lulus dari lembaga pendidikan Islam mereka akan mengalami social-shock. Seperti pendidikan Islam model pesantren yang mengesampingkan materi sains.
8. Realitas pola pendidikan Islam yang selama ini dipakai cenderung mematikan kreatifitas dan memenjarakan peserta didik.
Pendidikan hanya menuntut anak didik untuk selalu patuh dan tidak memberikan ruang kebebasan sedikitpun untuk bersikap kritis dan rasional. Pendidikan Islam terlanjur menitik beratkan pada penimbunan fakta-fakta dan melupakan belajar berfikir. Akibatnya adalah stagnasi yang menjerus pada keadaan statis dan akhirnya macet dan beku dalam berfikir dan bertindak.
9. Interaksi guru dan murid seperti subjek dan obyek
Sistem pendidikan islam banyak tidak didukung oleh guru-guru yang demokratis, yang memberikan kebebasan kepada anak didik untuk mengemukakan pendapat secara bebas dan argumentatif. Pendapat guru di sini adalah “segalanya” dan pasti benar adanya, yang tidak boleh dibantah apalagi dikritik. Mengkritik guru bisa “kuwalat” dan tidak barokah, adalah slogan yang sering didengungkan kepada anak didik agar memiliki rasa ta’dhim dan takut kepada gurunya. Akibatnya, anak didik selalu ketakutan dan tidak berdaya untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan sendiri. Dan masih banyak lagi problematika-problematika yang di hadapi dalam proses pendidikan islam yang hal ini menyebabkan pendidikan islam jauh tertinggal dari perkembangan pendidikan di dunia barat. Hal ini harus ditemukan solusi yang tepat, agar pendidikan Islam ke depan dapat bangkit dari keterpurukan dan ketertinggalan, maka harus dilakukan reformasi epistemologi pendidikan Islam.
B. Ruang Lingkup Epistemologi Pendidikan Islam
D.W. Hamlyn Mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan dan pengandai-pengandaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang itu memiliki pengetahuan.
Azyumardi Azra mengungkapkan, bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan.
Dari kedua pengertian di atas, bisa di simpulkan bahwa yang dimaksud dengan epistemologi adalah: teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari obyek yang ingin dipikirkan
Bertolak dari beberapa pengertian di atas, kiranya dapat dirinci aspek-aspek yang menjadi cakupan epistemologi atau ruang lingkupnya, yaitu : meliputi hakekat, sumber, dan validitas pengetahuan.
Objek epistemologi menurut Jujun S. Suriasumantri berupa “Segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan”. Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran atau objek teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi menghantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran , mustahil tujuan bisa terealisasi, sebaliknya tanpa tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah. Tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan, akan tetapi ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
Rumusan tujuan epistemologi tersebut memiliki makna strategis dalam dinamika pengetahuan. Rumusan ini menumbuhkan kesadaran bahwa jangan sampai dia puas dengan sekedar memperoleh pengetahuan, tanpa disertai dengan cara atau bekal untuk memperoleh pengetahuan, sebab keadaan memperoleh pengetahuan melambangkan sikap pasif, sedangkan cara memperoleh pengetahuan melambangkan sikap dinamis.
Landasan epistemologi memiliki arti yang sangat penting bagi bangunan pengetahuan, sebab ia merupakan tempat berpijak. Bangunan pengetahuan menjadi mapan, jika memiliki landasan yang kokoh. Landasan epistemologi ilmu adalah metode ilmiah, yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam meyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan. Jadi, imu pengetahuan merupakan pengetahuan yang diperoleh lewat metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak-tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan.
C. Rekontruksi Epistemologi Pendidikan Islam
Rekosntruksi epistemologi Pendidikan Islam sangat penting dilakukan demi menghasilkan pendidikan bermutu dan yang mencerdaskan, terlebih dalam krisis kekinian yang menyangkut pengetahuan dan pendidikan Islam saat ini. Krisis yang terjadi dalam dunia pengetahuan dan pendidikan Islam saat ini menyebabkan tradisi keilmuan menjadi tidak bisa berkembang, sehingga pendidikan Islam sampai saat ini masih belum mampu menunjukkan perannya secara optimal. Untuk mengatasi kelemahan dan problematika dalam pendidikan Isam tersebut, maka harus dilakukan pembaruan-pembaruan (merekontruksi pendidikan) secara komprehensif agar terwujud pendidikan Islam ideal yang mencerdaskan dan bermoral dengan cara merekonstruksi epistemologi pendidikan Islamnya. Epistemologi pendidikan Islam ini diantaranya dengan pembahasan yang diarahkan pada metode atau pendekatan yang dapat dipakai untuk membangun ilmu pengetahuan Islam.
Pendekatan epistemologi membuka kesadaran dan pengertian siswa untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang diperlukan dengan cara atau metode tertentu, sebab ia menyajikan proses pengetahuan di hadapan siswa dengan membandingkan hasilnya. Pendekatan epistemologi ini memberikan pemahaman dan keterampilan yang utuh dan tuntas. Seseorang yang mengetahui proses sesuatu kegiatan pasti mengetahui hasilnya. Sebaliknya, banyak yang mengetahui hasilnya tetapi tidak mengetahui prosesnya.
Seandainya pendekatan epistemologi ini benar-benar diimplementasikan dalam proses belajar mengajar di lembaga pendidikan Islam, maka dalam waktu dekat siswa dapat memiliki kemampuan memproses pengetahuan dari awal hingga wujud hasilnya. Jika pendidikan Islam mengedepankan pendekatan epistemologi dalam proses belajar mengajar, maka pendidikan Islam akan banyak menghasilkan lulusan-lulusan yang berjiwa produsen, peneliti, penemu, penggali, dan pengembang ilmu pengetahuan. Karena epistemologi merupakan pendekatan yang berbasis proses, maka epistemologi melahirkan konsekuensi-konsekuensi logis, diantaranya:
1. Menghilangkan paradigma dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, ilmu tidak bebas nilai, tetapi bebas untuk dinilai, mengajarkan agama lewat bahasa ilmu pengetahuan, dan tidak mengajarkan sisi tradisional saja, tetapi sisi rasional.
2. Merubah pola pendidikan Islam indoktrinasi menjadi pola partisipatif antara guru dan murid.
3. Merubah paradigma idiologis menjadi paradigma ilmiah yang berpijak pada wahyu Allah SWT.
4. Guna menopang dan mendasari pendekatan epistemologi ini, maka perlu dilakukan rekonstruksi kurikulum yang masih sekuler dan bebas nilai spiritual ini, menjadi kurikulum yang berbasis tauhid.
5. Epistemologi pendidikan Islam diorientasikan pada hubungan yang harmonis antara akal dan wahyu.
6. Konsekuensi yang lain adalah merubah pendekatan dari pendekatan teoritis atau konseptual pada pendekatan kontekstual atau aplikatif.
- Adanya peningkatan profesionalisme tenaga pendidik dan penguasaan materi yang komperhensif tentang materi ajar yang terintegrasi antara ilmu dan wahyu.
Konsekuensi logis dalam pendekatan epistemologi islam, ini memunculkan ide untuk perlunya mengetahui sumber ilmu pengetahuan atau cara memperolehnya. Ilmu pengetahuan berdasarkan cara memperolehnya terbagi menjadi dua, yaitu: 1) Ilmu pengetahuan Apesteirori (ilmu nazari) yakni ilmu pengetahuan yang diperoleh setelah mengalaminya, yang biasa orang barat menyebutnya empirisme. 2) Ilmu pengetahuan Apriori (ilmu awali), yakni ilmu pengetahuan yang diperoleh sebelum mengalaminya, dunia barat menyebutnya dengan Rasionalisme. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan yang bersumber dari wahyu lah yang bersifat mutlak.
Epistemologi Barat memiliki ciri-ciri pendekatan skeptif (keragu-raguan atau kesangsian), pendekatan rasional-empirik, pendekatan dikotomik, pendekatan positif-objektif, dan pendekatan yang menentang dimensi spiritual. Sedangkan epistemologi pendidikan Islam selama ini terkesan masih bersifat teologis, doktrinal, pasif, sekuler, mandul, jalan ditempat, dan tertinggal jauh dengan epistemplogi pendidikan Barat terutama sains dan teknologi. Dalam hal ini, alternatif yang tepat untuk mencairkan kebekuan epistemologi dalam bangunan pendidikan Islam dan untuk menyelamatkan umat islam dan peradabannya akibat epistemologi Barat, maka kita harus melakukan reformasi pada epistemologi pendidikan Islam yang sudah terbaratkan, yaitu dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Dengan cara membangun epistemologi yang berpijak pada Al-qur’an dan As-sunnah yang didesain dengan mempertimbangkan konsep ilmu pengetahuan, islamisasi ilmu pengetahuan dan karakter ilmu dalam perspekti Islam yang bersandar pada kekuatan spiritual yang memiliki hubungan harmonis antara akal dan wahyu, interdependensi akal dengan intuisi dan terkait nilai-nilai spiritual.
2. Kita harus memperioritaskan epistemologi pendidikan Islam yang berbasis proses tauhid, pengalaman empirik, di mana dari realitas empirik ini kemudian diamati, dikaji, dan diteliti dengan mengandalkan metode observasi dan eksperimentasi disertai tehnik-tehniknya dengan spirit tauhid keimanan.
3. Orientasi atau penekanan pada knowing (ma’rifah), pengetahuan teoritik, atau akademik yang cenderung menjadikan siswa pasif dalam belajar di bawah otoriter guru, perlu dirubah ke arah orientasi epistemologi pendidikan Islam yang menekankan pada doing, aktivitas dan kreativitas, atau kerja profesional yang menjadikan siswa aktif dan kretif dalam belajar.
BAB III
ANALISIS
Dalam pembahasan paper ini, penulis akan mencoba menganalisis tentang Rekontruksi Epistemologi Ilmu pengetahuan islam sebagai usaha untuk mencapai suatu kecerdasan.
Dengan melihat fenomena-fenomena yang terjadi pada saat ini, ilmu pengetahuan islam sudah mengalami keterlambatan dalam proses perkembangannya, sehingga jauh tertinggal dengan perkembangan yang di alami oleh negara-negara barat.
Hal ini terjadi karena ilmu pengetahuan islam masih bersifat sekuler, sudah tidak ada lagi keharmonisan antara akal dan wahyu, sehingga muncul proses impereliasme epistemologi barat terhadap pemikiran islam.
Hal ini kiranya banyak ilmuwan-ilmuwan muslim yang menyumbangkan pekiran-pikirannya agar pendidikan islam ke depan dapat bangkit dari keterpurukan dan ketertinggalan, sehingga mereka melakukan rekontruksi epistemologi pendidikan islam.
Para intelek mengambil alternatif yang cocok untuk mencairkan kebekuan epistemologi dalam bangunan pendidikan islam dan untuk menyelamatkan umat islam dari peradabannya akibat epistemologi barat, digambarkan dengan tindakan membangun epistemologi yang berpijak pada al-qur’an dan sunnah yang di desaign dengan mempertimbangkan konsep ilmu pengetahuan.
Epistemologi pendidikan islam yang seperti ini menekankan totalisme pengalaman dan kenyataan serta menganjurkan banyak cara untuk mempelajari alam, sehingga ilmu yang diperoleh dari wahyu maupun akal , dari observasi maupun intuisi dan tradisi maupun spekulasi teoritis benar-benar mencetak generasi-generasi yang seimbang antara intelektual, skill, dan spiritualnya serta moralitasnya.
Metode-metode yang dikembangkan untuk membangun daya kritis atau intelektual siswa ini, harus disandarkan pada wahyu, nilai-nilai spiritual, maupun metode ilmiah secara integral yang implementasinya berbasis proses tauhid. Wahyu berfungsi memberikan dorongan, arahan, bimbingan, pengendalian, kontrol terhadap pelaksaan metode tersebut. Nilai-nilai spiritual atau etika Islami berfungsi menanamkan etika islam pada siswa saat proses metode itu berlangsung. Sedangkan metode ilmiah dijadikan acuan mendasar untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang memenuhi syarat empirik, rasional, dan ilmiah. Integrasi ini akan dapat merubah bangunan epistemologi pendidikan Islam yang nantinya diharapkan mampu menjadi solusi praktis untuk membangun peradaban Islam yang lebih maju.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Reformasi epistemologi Islam dalam dunia pendidikan sangat penting dilakukan demi menghasilkan pendidikan bermutu yang mencerdaskan, terlebih dalam krisis kekinian yang menyangkut pengetahuan dan pendidikan umat saat ini. Krisis yang terjadi dalam dunia pengetahuan dan pendidikan umat saat ini didasari rendahnya motivasi belajar umat serta kurangnya rasa cinta dan penghargaan terhadap ilmu pengetahuan, terutama dalam bingkai ketauhidan.
Dalam epistemologi sekuler hanya didasarkan pada kekuatan akal (rasional) dan empiris semata, sedangkan dalam epistemologi pendidikan Islam pengetahuan tak hanya didasari oleh dua faktor tersebut, tetapi juga bersumber pada wahyu yang berasal dari Al-Quran dan As Sunnah. wahyu itu justru menjadi kualitas tertinggi dari ilmu pengetahuan dasar.
Untuk mengatasi kendala-kendala, kelemahan-kelemahan, problematika pendidikan Islam serta untuk membangun peradaban Islam yang lebih baik tersebut, perlu melakukan reformasi atau merekonstruksi epistemologi pendidikan Islam. Dengan adanya reformasi epistemologi pendidikan Islam ini diharapkan kualitas belajar dan penelitian akan tercapai sehingga dapat mendorong peserta didik dan pengajar untuk melakukan proses KBM dalam bingkai tauhid. Di samping itu, rekonstruksi epistemologi pendidikan Islam ini bertujuan untuk mewujudkan model pendidikan Islam yang mencerdaskan. Semoga tulisan kecil ini, dapat ikut andil dalam membenahi sistempendidikan Islam saat ini untuk membangun peradaban Islam yang lebih baik.
B. Saran
Diharapkan pembaca dapat memahami kajian rekontruksi epistemologi pendidikan islam ini. Serta dapat mengetahui bagaimana sumber-sumber ilmu pengetahuan yang telah dijelaskan di atas. Semoga paper ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Abdur Rahman Assegaf,. Pendidikan Islam Di Indonesia, (Yogyakarta: Suka Press: 2007) hal.34